LP2M IAIN PONTIANAK
Perpisahan Mahasiswa KKL IAIN Pontianak di TK Kasih Bunda

Perpisahan Mahasiswa KKL IAIN Pontianak di TK Kasih Bunda

 


Punggur Kapuas (lp2m.iainptk.ac.id) 28 Agustus 2024 — Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dari IAIN Pontianak menggelar acara perpisahan di TK Kasih Bunda, Desa Punggur, Kapuas, pada 28 Agustus 2024 pukul 08.00 WIB. 

Acara tersebut dihadiri oleh pengelola TK Kasih Bunda, orang tua murid, dan masyarakat setempat. Selama sebulan terakhir, mahasiswa IAIN Pontianak telah terlibat dalam kegiatan mengajar di TK Kasih Bunda, memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan pendidikan di desa tersebut.

Dalam sambutannya, Ibu Seli, salah satu guru di TK Kasih Bunda, mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada mahasiswa KKL. 

“Kami sangat berterima kasih atas kehadiran dan kontribusi kalian selama sebulan ini. Dedikasi dan semangat kalian dalam mendidik anak-anak kami telah memberikan dampak yang sangat berarti. Kami berharap kalian sukses dalam studi dan segera menyelesaikan kuliah dengan baik. Bunda juga menitipkan pesan khusus: jika ada anak-anak dari Desa Punggur yang melanjutkan pendidikan di IAIN Pontianak, kami mohon bantuan dan dukungan kalian. Terima kasih atas semua usaha dan waktu yang telah kalian berikan. Semoga kita bisa bekerjasama lagi di masa depan.”

Ketua kelompok KKL, Reifanka Rivaldo, menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas sambutan hangat serta dukungan dari pihak sekolah dan masyarakat. “Kami sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk berkontribusi di TK Kasih Bunda. Kami berharap segala kegiatan yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi anak-anak dan tenaga pendidik di sini. Terima kasih juga atas kerjasama yang luar biasa. Semoga hubungan baik ini terus berlanjut.”

Salah satu mahasiswa yang pernah mengajar di TK Kasih Bunda, Dara, menyampaikan pesan penutup yang penuh hormat. 

“Pengalaman mengajar di TK Kasih Bunda adalah momen yang sangat berharga bagi saya dan teman-teman lainnya. Melihat perkembangan anak-anak dan berinteraksi dengan mereka serta bunda-bunda memberikan banyak pelajaran berarti. Kami menyadari bahwa kami masih dalam proses belajar, dan jika ada kekurangan dalam pelayanan atau metode kami, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih kepada semua pihak di TK Kasih Bunda atas sambutan dan dukungannya selama ini. Kami berharap anak-anak di sini terus berkembang dengan baik dan sukses di masa depan.”

Perpisahan ini diisi dengan penampilan istimewa dari anak-anak TK Kasih Bunda, termasuk bernyanyi dan bermain, serta sesi pemberian cendera mata dari mahasiswa kepada pihak sekolah dan masyarakat. Acara ditutup dengan pesan motivasi dari perwakilan sekolah yang mengapresiasi kontribusi mahasiswa dan berharap kerjasama semacam ini dapat terus berlanjut di masa depan.

Melalui kegiatan ini, mahasiswa IAIN Pontianak tidak hanya memperoleh pengalaman berharga dalam menerapkan ilmu mereka tetapi juga turut berkontribusi dalam pengembangan pendidikan di Desa Punggur. Perpisahan ini menandai akhir dari program KKL di TK Kasih Bunda, sekaligus membuka peluang untuk kerjasama lebih lanjut di bidang pendidikan dan pengabdian masyarakat.

Penulis Syarifah Aida Kel 20 


Mahasiswa KKL Menyelidiki Peran UMKM dalam Ekonomi Desa Selakau Tua

Mahasiswa KKL Menyelidiki Peran UMKM dalam Ekonomi Desa Selakau Tua


 Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id) 28 Agustus 2024 — Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak baru-baru ini mendapatkan informasi mengenai perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Desa Selakau Tua, Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas. Di desa ini, meskipun sektor pertanian tetap menjadi mata pencaharian utama, UMKM telah menjadi sumber penghasilan tambahan yang signifikan bagi warga.

Dalam beberapa tahun terakhir, UMKM di Desa Selakau Tua telah berkembang pesat, memberikan dampak positif terhadap perekonomian desa secara keseluruhan. Industri makanan olahan menjadi salah satu andalan warga. Sulis, salah seorang pelaku UMKM makanan, mengungkapkan, “Banyak keluarga memproduksi makanan khas lokal seperti kerupuk ikan, kue tradisional, dan sambal. Produk-produk ini diminati karena cita rasanya yang autentik dan bahan-bahan alami yang digunakan.” Dengan memanfaatkan hasil pertanian lokal, UMKM ini tidak hanya menambah nilai ekonomi tetapi juga memperkuat ketahanan pangan di desa.

Dukungan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) berperan penting dalam perkembangan UMKM ini. Mereka memberikan pelatihan, bantuan modal, dan pendampingan untuk meningkatkan kualitas produk dan manajemen usaha. Berkat bimbingan ini, banyak UMKM di Desa Selakau Tua yang mampu berkembang dan bersaing di pasar yang lebih luas.

Namun, tantangan seperti akses pemasaran dan teknologi masih ada. Untuk mengatasinya, warga desa berusaha memanfaatkan teknologi informasi, termasuk internet dan media sosial, untuk mempromosikan produk mereka. Strategi ini membantu UMKM memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan penjualan.

Dengan adanya UMKM, warga Desa Selakau Tua kini memiliki alternatif penghasilan yang meningkatkan kesejahteraan mereka dan membuka peluang baru bagi pengembangan ekonomi desa. Sektor UMKM yang terus berkembang ini mencerminkan bagaimana kreativitas dan kerja keras masyarakat dapat membawa perubahan positif sambil menjaga tradisi dan kearifan lokal di tengah perkembangan zaman.

Penulis : Muhammad Aidil


Mahasiswa KKL Menggali Pendapatan Utama Warga Desa Selakau Tua dari Pertanian

Mahasiswa KKL Menggali Pendapatan Utama Warga Desa Selakau Tua dari Pertanian


 Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id) 28 Agustus 2024 — Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak baru-baru ini berbaur dengan masyarakat Desa Selakau Tua, Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas, untuk mempelajari pendapatan utama warga dari sektor pertanian. Desa ini, yang terletak di Kalimantan Barat, dikenal dengan kesuburannya dan kekayaan sumber daya alamnya.

Pertanian telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Desa Selakau Tua, dengan mayoritas warga menggantungkan hidup mereka pada hasil bumi. Sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan untuk menanam padi, jagung, dan sayur-sayuran. Meskipun pertanian dilakukan secara tradisional, menggunakan tenaga manusia dan hewan, hasil panen yang melimpah mampu memenuhi kebutuhan pangan lokal dan bahkan dijual ke pasar-pasar di sekitar Kabupaten Sambas.

Selain tanaman pangan, warga desa juga menanam kelapa, kakao, dan kopi sebagai sumber pendapatan tambahan. Kasman, salah seorang petani, menjelaskan, “Tanaman-tanaman ini tidak hanya menghasilkan produk yang bisa dijual, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem di desa. Keanekaragaman tanaman mencerminkan pengetahuan kami tentang pentingnya menjaga kesuburan tanah dan keberlanjutan lingkungan.”

Kegiatan pertanian di Desa Selakau Tua melibatkan seluruh anggota keluarga, dari orang dewasa hingga anak-anak. Kebersamaan dan gotong-royong menjadi ciri khas masyarakat desa, terutama selama musim tanam dan panen. Para petani saling membantu, berbagi pengalaman, dan mendukung satu sama lain dalam mengatasi tantangan seperti cuaca yang tidak menentu dan hama tanaman.

Pertanian bukan hanya sekadar sumber penghidupan di Desa Selakau Tua, tetapi juga merupakan bagian integral dari identitas dan budaya masyarakat setempat. Melalui sektor ini, warga desa tidak hanya menjaga kelangsungan hidup mereka, tetapi juga melestarikan tradisi dan warisan leluhur. Dengan semangat kebersamaan dan kerja keras, masyarakat Desa Selakau Tua terus berupaya memajukan sektor pertanian untuk masa depan yang lebih baik.

Penulis : Muhammad Aidil


Mahasiswa KKL Berbaur dengan Masyarakat Desa Selakau Tua dalam Tata Cara Memasak Tradisional

Mahasiswa KKL Berbaur dengan Masyarakat Desa Selakau Tua dalam Tata Cara Memasak Tradisional

 


Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id)  28 Agustus 2024 — Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak baru-baru ini berbaur dengan masyarakat Desa Selakau Tua, Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas, untuk mempelajari tata cara memasak menggunakan alat tradisional. Desa Selakau Tua, yang terletak di Kalimantan Barat, masih memegang teguh tradisi dalam cara memasak sehari-hari.

Di desa ini, meskipun kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar di banyak tempat, sebagian besar warga tetap setia menggunakan tungku kayu api untuk kegiatan memasak di rumah. Tungku kayu api telah digunakan oleh masyarakat desa selama beberapa generasi dan dianggap memiliki nilai sejarah dan budaya yang kuat. Bagi warga Desa Selakau Tua, tungku ini bukan hanya alat memasak, melainkan simbol tradisi dan hemat biaya, karena kayu bakar yang digunakan mudah didapatkan dari hutan-hutan di sekitar desa.

Makanan yang dimasak dengan tungku kayu api dianggap memiliki cita rasa yang lebih lezat dibandingkan dengan yang dimasak menggunakan kompor gas atau listrik. "Ada aroma khas yang dihasilkan oleh asap kayu saat memasak, dan itu membuat makanan menjadi lebih nikmat," ujar Mijon, seorang warga setempat.

Namun, penggunaan tungku kayu api juga menghadapi tantangan. Menyiapkan kayu bakar memerlukan waktu dan tenaga, terutama saat musim hujan ketika kayu menjadi basah dan sulit menyala. Meskipun demikian, masyarakat Desa Selakau Tua tetap mempertahankan cara memasak ini sebagai bagian dari tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka.

Pihak pemerintah dan LSM setempat tengah berupaya memperkenalkan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun, masyarakat Desa Selakau Tua tetap bijak dalam memilih metode yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Penggunaan tungku kayu api di desa ini mencerminkan keterbatasan akses terhadap energi modern dan menunjukkan bagaimana masyarakat desa tetap setia pada tradisi sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Penulis : Muhammad Aidil


Mahasiswa KKL Bantu Masyarakat Setempat Membuat Layangan Sawangan Baru

Mahasiswa KKL Bantu Masyarakat Setempat Membuat Layangan Sawangan Baru


 Merarai Satu (lp2m.iainptk.ac.id) - Jumat, 23 Agustus 2024, mahasiswa KKL IAIN kelompok 49 turut berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan layangan sawangan baru bersama masyarakat Desa Merarai Satu. Layangan sawangan, yang dikenal sebagai simbol tradisi dan hiburan lokal, menjadi proyek komunitas yang mengundang antusiasme dari berbagai kalangan.

Mahasiswa KKL yang terlibat membantu dalam berbagai tahap pembuatan layangan, mulai dari pemilihan bahan, perakitan rangka, hingga proses pengecatan. "Kami senang bisa ikut serta dalam tradisi lokal ini. Selain belajar tentang pembuatan layangan, kami juga dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat dan belajar tentang budaya mereka," ungkap Adi, salah satu mahasiswa yang berpartisipasi.

Masyarakat setempat juga menyambut kehadiran mahasiswa dengan hangat, memberikan mereka panduan dan berbagi cerita mengenai makna layangan sawangan dalam budaya mereka. “Layangan sawangan adalah bagian penting dari tradisi kami, dan kami senang mahasiswa KKL ikut berpartisipasi dalam pembuatan ini,” kata Joko, salah satu tokoh masyarakat.

Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa, tetapi juga mempererat hubungan antara mereka dan warga desa. Dengan adanya layangan sawangan baru, diharapkan tradisi ini akan terus terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Penulis : Siti Farida


Desa Selakau Tua: Gang Pendidikan Sebagai Simbol Komitmen Pendidikan

Desa Selakau Tua: Gang Pendidikan Sebagai Simbol Komitmen Pendidikan


 Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id) 28 Agustus 2024 — Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak baru-baru ini mempelajari makna dari kegiatan penyemprotan parfum pada saat pembacaan Serakal dalam budaya saprahan Melayu Sambas di Desa Selakau Tua, Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk memahami dan melestarikan nilai-nilai budaya setempat.

Selain kegiatan budaya, mahasiswa KKL juga menggali sejarah unik dari "Gang Pendidikan," sebuah gang yang memiliki arti penting bagi masyarakat Desa Selakau Tua. Desa ini terletak di Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, dan dikenal karena komitmen kuatnya terhadap pendidikan.

Desa Selakau Tua, yang masih termasuk daerah terpencil dengan akses pendidikan terbatas, menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pendidikan yang memadai untuk anak-anaknya. Pada masa lalu, banyak anak-anak desa harus menempuh perjalanan jauh ke desa tetangga untuk melanjutkan sekolah karena keterbatasan fasilitas pendidikan. Menyadari pentingnya pendidikan, masyarakat desa, bersama para tokoh, menginisiasi pembangunan sebuah sekolah baru melalui gotong-royong.

Norhan, salah satu tokoh masyarakat, menjelaskan bahwa gang tersebut dinamakan "Gang Pendidikan" sebagai penghargaan atas banyaknya sarjana yang berasal dari gang tersebut, yang jumlahnya mencapai 38 orang. "Gang Pendidikan" menjadi simbol kebanggaan bagi warga desa, mengingatkan mereka akan perjuangan dalam memajukan pendidikan. Gang ini bukan hanya sekadar jalan, tetapi juga menjadi salah satu jalur utama yang dilalui anak-anak desa untuk pergi ke sekolah.

Saat ini, semangat dan komitmen masyarakat Desa Selakau Tua terhadap pendidikan terus berlanjut. "Gang Pendidikan" tetap menjadi simbol harapan dan masa depan yang cerah bagi generasi muda, mengingatkan warga akan pentingnya pendidikan dalam membangun masa depan yang lebih baik.

Dengan semangat yang diwariskan oleh pendahulu mereka, masyarakat Desa Selakau Tua berkomitmen untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan di desa mereka.

Penulis : Muhammad Aidil


Karang Taruna RT 12 Siapkan Lomba Kemerdekaan dengan Garis Lurus Batas

Karang Taruna RT 12 Siapkan Lomba Kemerdekaan dengan Garis Lurus Batas

 


Merarai Satu (lp2m.iainptk.ac.id) - Pada Jumat malam, 23 Agustus 2024, Karang Taruna RT 12 melakukan persiapan intensif untuk lomba kemerdekaan yang akan digelar keesokan harinya. Salah satu persiapan penting adalah memasang garis lurus sebagai batas lomba, memastikan setiap area lomba terorganisir dengan baik dan adil.

Ketua Karang Taruna RT 12, Andi, memimpin kegiatan ini dengan tekun. “Kami ingin memastikan semua persiapan dilakukan dengan baik agar lomba besok bisa berjalan lancar. Garis lurus ini penting untuk menghindari kebingungan dan memastikan keadilan dalam perlombaan,”ujar Andi.

Proses pemasangan garis dilakukan dengan cermat, menggunakan alat pengukur dan pita pengukur untuk memastikan ketepatan.“Kami bekerja sama untuk memastikan garis batas ini sesuai dengan rencana dan semua peserta dapat berkompetisi dengan adil,” tambah Andi.

Dengan persiapan yang matang, Karang Taruna RT 12 berharap lomba kemerdekaan esok hari akan berjalan sukses dan menjadi momen yang meriah bagi seluruh warga. “Kami sangat antusias untuk melihat bagaimana semua lomba berjalan. Ini adalah bagian dari merayakan kemerdekaan dengan semangat kebersamaan,” tutup Andi.

Penulis : Siti Farida


Makna Ritual Penyemprotan Parfum saat Pembacaan Serakal dalam Tradisi Saprahan Melayu Sambas

Makna Ritual Penyemprotan Parfum saat Pembacaan Serakal dalam Tradisi Saprahan Melayu Sambas

 


Desa Selakau Tua, (lp2m.iainptk.ac.id) Rabu, 28 Agustus 2024 – Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak mendapatkan wawasan mendalam tentang makna penyemprotan parfum pada saat pembacaan Serakal dalam tradisi Saprahan Melayu Sambas. Tradisi ini bukan sekadar acara makan bersama, tetapi juga mencakup berbagai ritual yang memiliki makna spiritual dan budaya yang mendalam.

Dalam budaya Melayu Sambas, pembacaan Serakal merupakan momen sakral yang dilakukan sebelum acara makan dimulai. Serakal adalah doa atau zikir yang dibacakan untuk memohon keberkahan dan keselamatan bagi semua yang hadir. Sebelum doa dimulai, ada kebiasaan menyemprotkan parfum ke sekeliling ruangan, sebuah tindakan yang memiliki makna simbolis yang kaya dan mendalam.

Norhan, seorang tokoh masyarakat di Desa Selakau Tua, menjelaskan bahwa penyemprotan parfum saat pembacaan Serakal melambangkan penyucian dan penyegaran suasana. "Di tengah keramaian, mungkin ada di antara kita yang tidak sempat mencuci bajunya. Dengan menyemprotkan parfum yang harum, kita tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan suci untuk beribadah, tetapi juga mengusir energi negatif," ujar Norhan.

Selain itu, penyemprotan parfum juga berfungsi sebagai simbol penghormatan terhadap tamu-tamu yang hadir. Dalam budaya Melayu Sambas, tamu dianggap sebagai sosok yang sangat dihormati, dan menyemprotkan parfum adalah salah satu cara untuk menunjukkan rasa hormat dan keikhlasan tuan rumah dalam menyambut mereka. Keharuman parfum yang menyebar di ruangan dianggap sebagai tanda sambutan yang hangat dan penuh kasih sayang.

Ritual ini juga mencerminkan keindahan dalam budaya Melayu Sambas. Keharuman parfum menambah kesan sakral dan khusyuk, sehingga para peserta dapat lebih khidmat dalam mengikuti jalannya doa dan zikir. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dalam budaya Melayu yang selalu mengedepankan keindahan, kesucian, dan keharmonisan dalam setiap aspek kehidupan.

Dengan demikian, penyemprotan parfum saat pembacaan Serakal dalam budaya Saprahan Melayu Sambas bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga mengandung makna simbolis yang memperkuat nilai-nilai spiritual, sosial, dan estetika dalam masyarakat. Mahasiswa KKL kelompok 40 belajar bahwa tradisi ini adalah salah satu cara masyarakat Melayu Sambas menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan adat istiadat, menciptakan harmoni dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis : Muhammad Aidil


Tumis Pepaya dan Ikan Asin, Hidangan Penutup PKK yang Menggugah Selera

Tumis Pepaya dan Ikan Asin, Hidangan Penutup PKK yang Menggugah Selera


 Merarai Satu (lp2m.iainptk.ac.id) - Sebagai penutup kegiatan PKK di Desa Merarai Satu pada Jumat, 23 Agustus 2024, disajikan makanan khas kampung berupa tumis pepaya dan ikan asin. Hidangan sederhana namun lezat ini menjadi simbol keakraban dan kekeluargaan setelah seharian penuh aktivitas.

Tumis pepaya, yang dimasak dengan bumbu rempah khas desa, dipadukan dengan ikan asin goreng, menyajikan rasa yang autentik dan menggugah selera. "Ini adalah hidangan yang sangat khas dan selalu dinantikan dalam setiap kegiatan PKK. Rasanya membawa kita kembali ke akar budaya dan tradisi kita," kata Siti, salah satu anggota PKK.

Makanan ini disajikan dengan penuh perhatian, memastikan semua peserta bisa menikmati hidangan dengan nyaman. "Kami sengaja memilih menu ini karena selain lezat, juga mudah dibuat dengan bahan-bahan lokal yang ada di sekitar kita," tambah Siti.

Setelah menikmati hidangan, suasana penuh keakraban dan keceriaan mewarnai akhir kegiatan PKK hari itu. Momen ini mempererat hubungan antarwarga dan menambah semangat untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. "Makanan ini menutup hari kami dengan penuh rasa syukur dan kebersamaan," tutupnya.

Penulis : Siti Farida


 Mahasiswa KKL Kelompok 40 Dalami Makna Budaya Saprahan di Desa Selakau Tua

Mahasiswa KKL Kelompok 40 Dalami Makna Budaya Saprahan di Desa Selakau Tua

 


Desa Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id) Rabu, 28 Agustus 2024 – Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak mendapatkan wawasan mendalam tentang makna budaya Saprahan, sebuah tradisi makan bersama yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Melayu Sambas, Kalimantan Barat. Tradisi ini memiliki filosofi yang kaya, khususnya dalam hal jumlah peserta makan yang terdiri dari enam orang dalam setiap kelompok.

Norhan, seorang tokoh masyarakat di Desa Selakau Tua, menjelaskan bahwa jumlah enam orang dalam setiap kelompok makan Saprahan tidak dipilih secara kebetulan, melainkan sarat dengan makna Islami. "Jumlah enam orang dalam setiap kelompok makan ini melambangkan enam Rukun Iman, sementara lima macam lauk yang disajikan merepresentasikan Rukun Islam," ujar  Norhan.

Tradisi Saprahan dilakukan dengan cara duduk bersila di lantai, mengelilingi dulang besar tempat makanan disajikan. Tidak ada perbedaan status sosial di antara para peserta makan, mencerminkan semangat egalitarianisme dalam masyarakat Melayu Sambas. Semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi, duduk sejajar dan berbagi makanan dari wadah yang sama, menikmati hidangan dengan penuh kebersamaan.

Selain itu, makan Saprahan dengan enam orang juga melambangkan keutuhan dan keseimbangan. Dalam budaya Melayu, angka enam dianggap sebagai simbol kesempurnaan dan keseimbangan. Dalam konteks makan bersama, hal ini diartikan sebagai harapan agar setiap individu dalam kelompok tersebut saling melengkapi dan mendukung satu sama lain, menciptakan harmoni dan kebersamaan yang kokoh.

Melalui tradisi ini, masyarakat Melayu Sambas tidak hanya menjaga warisan budaya leluhur tetapi juga menegaskan kebanggaan mereka terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Meskipun di tengah arus modernisasi, tradisi Saprahan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya yang terus dilestarikan.

Mahasiswa KKL kelompok 40 menyadari pentingnya pemahaman dan pelestarian tradisi ini, terutama dalam membangun jembatan antara generasi muda dan warisan budaya yang kaya akan makna.

Penulis : Muhammad Aidil


Ad Placement

Formulir Kontak