
Sambas (lp2m.iainptk.ac.id) - Mahasiswa KKL kelompok 39 Desa Sayang Sedayu melakukan silaturahmi kepada Tokoh Budaya yaitu Bapak H. Rusidi. Silaturahmi kali ini mereka dibersamai oleh Dosen Pembimbing mereka yaitu Dr. Erwin Mahrus, M.Ag. Tidak hanya mereka saja, Kepala Desa Sayang Sedayu yaitu Ruhanas juga membersamai pembicaraan yang luar biasa ini di kediaman Rusidi pada Jumat, 26 Juli 2024.
Diwakili oleh Rendi, Arda Saputra, Indra Fitri, dan Farida mereka mendapat banyak ilmu baru mengenai budaya yang ada di Sambas. Tidak asing lagi, budaya di Kabupaten Sambas yang unik serat makna ini menjadikan mereka penasaran mengenai bagaimana awal mula dan pelestarian budaya hingga masih eksis hingga kini.
Mengenai bagaimana asal mula kenapa ada Istilah penyebutan Benua untuk beberapa daerah di Kecamatan Teluk Keramat yang ternyata merupakan pengaruh dari Kesultanan Sambas.
"Istilah benua ini sudah ada sejak lama sekali, setiap daerah memiliki nama benua masing" Ujar Rusidi.
Selain dibuat penasaran mengenai istilah benua. Mereka juga mengulik budaya Haulan dan Peringatan Kematian. Tidak sebatas itu, budaya di Tarup mengenai pembacaan dzikir menjadi pembicaraan yang menarik.
"Sebutan untuk mereka yang membawa surat dizkir itu dinamakan halifah" Ujar Rusidi.
Pada budaya Haulan dan Peringatan Kematian di Kabupaten Sambas sendiri selalu diperingati.
Lanjutnya "Cuman sayangnya pada budaya Haulan maupun peringatan 1 hari hingga 7 hari, lanjut hari ke 15, 25, 40 dan nyeratus, hidangan kue tradisional sudah terkikis”.
Hal menarik lainnya adalah budaya nyarok. Nyarok sendiri adalah undangan lisan yang hingga kini masih eksis di Kabupaten Sambas. Nyarok dilakukan dengan memerhatikan adab tentunya. Terutama penampilan, khususnya nyarok ini dilakukan oleh laki-laki, maka akan lebih Ahsan jika menggunakan songkok (peci). Untuk mengundang juga, biasanya diawali dengan menyampaikan salam dari pemilik hajat.
Penulis : Indra Fitri
EmoticonEmoticon