
Punggur Kecil (lp2m.iainptk.ac.id) - Sabtu 3 Agustus 2024, mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak berpartisipasi membudidayakan tanaman tomat milik Puradin Asmin, masyarakat Desa Punggur Kecil Jalan Rintis Baru Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Kegiatan ini merupakan bagian dari program KKL kelompok 18 IAIN Pontianak, yang bertujuan untuk membantu petani Desa dan memberikan pengalaman nyata terhadap mahasiswa.
Pada kegiatan ini, 10 mahasiswa KKL yang ikut berpartisipasi melakukan penancapan batang bambu pada tanaman tomat milik Puradin. Umumnya, penancapan batang bambu dilakukan berfungsi sebagai penopangan tanaman tomat. Menurut Puradin selaku pemilik lahan, tanaman tomat memerlukan penopangan agar batangnya tidak roboh karena berat buah.
“Penancapan batang bambu ini untuk mengikat tali supaya tanaman tomat ini memiliki penyangga yang kuat. Setiap bedengan atau barisan tanaman tomat ini dikasi 4 batang bambu sisi kanan dan 4 sisi kiri. Kenapa? supaya tomat ini tetap tegak dan tidak mudah tumbang,” jelas Puradin
Puradin menjelaskan, penyemprotan dilakukan setiap seminggu sekali sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Selain itu, Puradin juga melakukan pembersihan gulma yang terdapat disekitar tanaman tomat. Hal ini bertujuan agar tanaman tomat tidak diserang hama dan penyakit.
“Pemeliharaan tomat disiram secara rutin dan sesuai jadwal. Kalau ada gulma disekitar tanaman tomat ini kita bersihkan supaya tidak ada hama dan penyakit,” jelasnya
Masa penanaman tomat hingga panen relatif singkat. Umumnya adalah sekitar 65 hari, jika lahan yang ditanam tomat lebih subur, maka dalam 58 hari tomat sudah bisa dipanen. Jika tanahnya kurang subur, pemanenan tomat bisa dilakukan pada hari ke 70 sejak penanaman. Dalam satu musim tanam, Puradin dapat memanen tomat secara berkelanjutan.
“Dari penanaman sampai panen itu 65 hari kalau itu sesuai standar. Itu bisa saja 58 hari sudah panen kalau subur, bise juga sampai 70 hari. Tapi standarnya 65 hari.” ujar Puradin
“Tomat seluas ini sekali panen paling dapatnya 15 kilo, ini panen perdana. Sebabnye ape? Karena antara yang masak dan yang mentah itu sedikit jumlahnya. Karena itu baru. Nanti panen yang kedua itu bisa mencapai 50 kilo. Panen ketiganya itu meningkat, panen berikutnya itu bisa mencapai 700 sampai 800 kilo. Udah sampai puncaknye ni, itu namanya panen raya, itu turun lagi seperti panen diawal yakni 15 kilo,” sambungnya
Puradin mengatakan, hasil panen tomat miliknya tidak langsung dijual ke pasar, melainkan dijual kepada para pengepul. Langkah ini diambil karena pendistribusian tomat lebih mudah dan penetapan harga yang lebih stabil. Pengepul bertanggung jawab dalam mendistribusikan tomat milik Puradin ke pasar dan memastikan tomat miliknya sampai ke tangan konsumen.
“Penjualan hasil budidaya tomat ini ke pengepul daerah. Tidak langsung ke pasar walaupun harga di pengepul dan di pasar berbeda. Kalau kita nanam tomat sedikit lalu di bawa ke pasar pakai sewa pick up ongkosnya sudah berapa? Waktunya sudah berapa? Ketiga, kalau kita jual ke pengepul kita harus berlangganan tidak boleh pindah-pindah. Kalau dijual ke pengepul kita tidak perlu ke pasar, dan masih ada waktu untuk mengerjekan yang lain,” ujar Puradin
Musim hujan dan musim kemarau seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi petani tomat. Khususnya bagi Puradin. Karena hal ini dapat meningkatkan risiko serangan hama, penyakit dan kehilangan hasil panen.
“Masalah yang sering dihadapi oleh petani disini ialah musim kemarau, musim hujan dan penanggulangan hama penyakit, mencegah dengan memberantas itu berbeda. Tanaman kalau sudah di serang untuk memulihkan butuh proses, butuh modal dan butuh waktu. Dosisnya racun insektisida itu harus kuat,” jelas Puradin
“Yang sangat sulit ditangani oleh petani disini ialah kekeringan dan banjir, karena ini masalah alam. Disini kalau sudah musim kemarau parit menjadi kering jangkauan air susah, kalau air sudah kering kita mau memompa air kemana? Jadi kita sulit untuk mengupayakan air. Kedua, adalah banjir. Disini tanahnya bukan dataran rendah, tapi karena curah hujan yang tinggi daya keluar air itu jauh dari Sungai sehingga air itu meluap dan mengancam tanaman kita,” sambungnya
Sementara ketua KKL kelompok 18, Shobirin menyampaikan, “Kami mahasiswa dengan latar belakang yang berbeda, dari fakultas yang berbeda, dari kami tidak ada yang berasal dari jurusan pertanian, kegiatan ini adalah bagian dari program kelompok kami dan ini menjadi ruang pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar mahasiswa dan masyarakat” ungkapnya
Penulis: Qudsiyah
Mantap
BalasHapus