Mahasiswa KKL Kelompok 40 Pelajari Makna Kain Kuning dalam Budaya Saprahan Melayu di Desa Selakau Tua - LP2M IAIN PONTIANAK

Mahasiswa KKL Kelompok 40 Pelajari Makna Kain Kuning dalam Budaya Saprahan Melayu di Desa Selakau Tua

Mahasiswa KKL Kelompok 40 Pelajari Makna Kain Kuning dalam Budaya Saprahan Melayu di Desa Selakau Tua

 


Desa Selakau Tua (lp2m.iainptk.ac.id) Rabu, 28 Agustus 2024 – Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kelompok 40 dari IAIN Pontianak mendapatkan pemahaman mendalam mengenai makna kain kuning dalam budaya saprahan Melayu di Desa Selakau Tua, Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas. Kain kuning, yang memiliki arti penting dalam tradisi saprahan, mencerminkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat Melayu Sambas.

Saprahan adalah tradisi menghidangkan makanan secara lesehan di atas kain, yang menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari masyarakat Sambas, terutama dalam acara adat seperti pernikahan, khataman, dan syukuran. Kain kuning dipilih sebagai alas dalam saprahan bukan hanya karena estetika, tetapi juga karena makna yang mendalam. 

Norhan, seorang tokoh masyarakat setempat, menjelaskan bahwa warna kuning melambangkan keagungan dan kemakmuran. "Kain kuning itu melambangkan kerajaan Sambas karena Kerajaan Melayu Sambas identik dengan warna kuning," ujar Norhan. 

Warna ini dipercaya membawa berkah dan rezeki bagi keluarga yang menyelenggarakan acara. Selain itu, dari sisi praktis, kain kuning dipilih karena noda dari makanan atau minuman yang tertumpah tidak akan terlalu terlihat, menjaga keindahan tampilan saprahan.

Penggunaan kain kuning juga memiliki makna simbolik sebagai lambang persatuan dan kekeluargaan. Ketika seluruh anggota keluarga dan tamu undangan duduk bersama di atas satu kain kuning, mereka menyatu dalam satu ikatan yang kuat, mempererat hubungan kekeluargaan.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi saprahan dengan kain kuning mulai mengalami pergeseran. Banyak masyarakat yang kini lebih memilih menggunakan taplak meja bermotif batik atau plastik. Meskipun demikian, generasi muda di Sambas, termasuk mahasiswa KKL, berusaha melestarikan nilai-nilai yang terkandung dalam kain kuning sebagai bagian dari warisan budaya.

"Meskipun zaman sudah berubah, kami tetap berusaha melestarikan tradisi saprahan dengan kain kuning. Ini adalah warisan nenek moyang yang harus kita jaga," ungkap Norhan.

Kain kuning dalam budaya saprahan Melayu Sambas bukan sekadar alas makanan, tetapi juga simbol keagungan, kemakmuran, persatuan, dan kekeluargaan. Meskipun tradisi ini mengalami perubahan, nilai-nilai yang terkandung dalam kain kuning tetap relevan dan penting untuk dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Sambas.

Penulis : Muhammad Aidil



EmoticonEmoticon

Ad Placement

Formulir Kontak